Zakat Tidak Untuk Disalurkan

Saturday, September 27, 2008


Jakarta - Ingat cerita Rasul SAW memberdayakan sahabatnya yang miskin? Kisah ini termasyhur dan jadi inpirasi bagi upaya memberdayakan kaum miskin, bahkan sampai sekarang. Dikisahkan, seorang Sahabat rasul mengadukan kondisi kehidupan dirinya yang tak berpunya. Untuk makan sehari-hari ia berkekurangan. Maka ia menghadap Rasul yang Mulia dan menceritakan apa yang terjadi padanya.


Muhammad Rasulullah SAW segera tanggap dan bertanya. “Apa yang engkau miliki ya Sahabatku”. Barang yang berharga yang dimiliki sahabat ini hanyalah sebuah cangkir. Maka rasul segera melelang cangkir ini kepada sahabat lainnya.

“Wahai sahabatku, siapa yang kiranya mau membeli cangkir ini?” demikian beliau melelang barang. Beberapa sahabat menawar dan rasul menolak karena harganya belum dianggap pantas. Sejenak kemudian Rasul sepakat dengan sebuah harga untuk cangkir ini dan dijualnya.

Dan selanjutnya yang terjadi adalah Rasul SAW tak memberikan uang itu kepada sahabatnya yang membutuhkan untuk makan sehari-hari. Rasul meminta dana ini dibelikan sebuah kapak. Pada waktu itu kapak adalah sarana kerja bagi pencari kayu bakar, sebuah sumber energi untuk masak dan keperluan rumah tangga pada masa itu. Rasul meminta sahabat ini bekerja keras sampai memperoleh kehidupan dari bekerja. Dan Sahabatnya ini menaati sehingga mampu mendapatkan nafkah dengan bekerja.

Kisah sahabat dan kapak ini mengispirasi pemberdayaan kaum miskin dengan upaya memberikan aset produktif dan bukan uang konsumtif. Aset produktif adalah apa saja yang mempu dijadikan sarana bekerja dan berupaya mencapai penghasilan dan menjemput rizki dari Allah SWT. Bekerja adalah suatu yang mulia. Maka mendorong kaum miskin bekerja adalah mengembalikan kemuliaan mereka, menemukan sendiri rizki yang dijanjikan Allah SWT dengan upaya sendiri dan bukan meminta. Bukankah Allah SWT lebih mencintai umatnya yang kuat dibanding yang lemah.

Maka siapa bilang zakat harus disalurkan. Istilah “disalurkan” ini sudah menjebak kita. Maka terjadi pembagian amplop zakat di mana-mana. Alih-alih disalurkan, maka yang terjadi benar-benar dibagi-bagi dan disebarkan. Lalu buat apa ada Amil, sebuah profesi yang dicantumkan oleh Allah SWT di Al Qur’an. Peran strategis Amil adalah mengubah sumber dana zakat menjadi aset produktif untuk mengubah kemiskinan menjadi kemakmuran.

Zakat yang jadi kewajiban setiap kaum muslim yang mampu harus dihimpun, dikelola, dan didayagunakan semaksimal mungkin oleh para pengelola zakat agar menjadi aset produktif bagi kaum dhuafa. Zakat, infaq/Sedekah dan waqaf dapat juga dimanfaatkan sebagai social security system untuk menjamin pemenuhan hak dasar manusia semisal hak hidup, kesehatan, pendidikan dan sebagainya yang berupa kewajiban kifayah, kewajiban jama’i.

Saya percaya dengan peningkatan kualitas lembaga-lembaga zakat, kaum muslimin sudah mulai memahami bagaimana seharusnya zakat didayagunakan. Maka jangan heran kepercayaan publik kepada lembaga-lembaga zakat terpercaya di Indonesia terus meningkat, mencapai 30% setiap tahunnya. Artinya semakin sadar para muzaki memahami bahwa zakat bukan sekadar untuk disalurkan, tapi didayagunakan untuk mengangkat harkat umat.

Moh. Arifin Purwakananta
Direktur Program Dompet Dhuafa, Ketua Presidium Gerakan Zakat untuk Indonesia, Ketua Humanitarisn Forum Indonesia
Sumber : Detik.com

0 comments: